.

k

Soetandyo Wignyosoebroto: "Korupsi di Indonesia Sudah Menjadi Budaya"

⊆ 16.45 by makalah hukum | .

Pakar administrasi pemerintahan dari Universitas Airlangga Surabaya, Soetandyo Wignyosoebroto, mengatakan, korupsi di Indonesia sudah menjadi kebiasaan dan menjadi budaya masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi selain dengan cara menegakkan hukum, juga harus dimulai dengan mengubah konsep kultural masyarakat. Berikut petikannya:

Muncul anggapan Indonesia negara terkorup tetapi tidak ada koruptornya?

Itu sebuah fenomena yang menarik jika dilihat dari kriteria korupsi. Secara kultural, penafsiran korupsi bisa berbeda-beda di setiap tempat atau negara. Kita harus melihat, arti korupsi adalah mengambil dana masyarakat (publik) untuk kepentingan pribadi (privat). Harus ada pembedaan dengan tegas antara dana publik dan dana privat. Namun, pengertian publik ini tidak dikenal di sebagian besar negara berkembang atau negara Eropa zaman dulu, yang ti-dak meninggalkan sistem feodalisme. Seluruh kekayaan dianggap milik raja atau penguasa yang memiliki negara. Bah-kan, di Perancis zaman dulu, ada semboyan dari raja, Aku adalah Negara yang mengabai-kan rakyat. Dengan sistem seperti itu, para penguasa yang korup tidak merasa bersalah karena mereka merasa memiliki negara. Masalah ini bukan hanya masalah hukum saja, me-lainkan masalah kultural. Oleh karena itu, memasuki tahap perubahan dari feodalisme ke arah demokrasi, perlahan-lahan mulai ada perubahan konsep kultural. Mengubah alam pikiran orang memang tidak secepat mengubah undang-undang, diperlukan waktu yang sangat lama. Untuk itu, harus terus-menerus dikampanyekan gerakan antikorupsi dan budaya malu.

Apakah benar pendapat bahwa KKN sudah menjadi kebiasaan dan budaya masyarakat Indonesia? Dan, bagaimana strategi yang paling tepat untuk memberantasnya?

Benar, itu sudah membudaya. Dari zaman penjajahan Belanda, budaya itu sudah ada. Di Belanda juga dikenal family system. Tidak patut jika tidak menolong saudara yang sedang kesusahan. Di Amerika juga ada, yang disebut dengan spoil system, tetapi pelan-pelan mereka mencoba keluar dari itu dan membutuhkan waktu puluhan tahun. Cara yang paling strategis adalah memberi penyadaran, memberi pendidikan politik dan pendidikan bernegara kepada masyarakat. Meskipun cara ini tidak populer, namun, harus dilaksanakan jika ingin mengubah konsep kultural masyarakat.

Bagaimana peran lembaga pemantau korupsi seperti ICW, Gowa, Gempita, dan lain-lain?

Tetap saja mereka berperan seperti yang sudah dilakukan. Ibaratnya, orang yang kena malaria. Merekalah yang bertugas membunuh nyamuknya satu per satu. Namun, selain itu perlu dilakukan pembersihan secara sistematis agar nyamuk yang lain tidak berdatangan.

Ada usulan yang cukup radikal, yaitu pemensiunan dini terhadap pejabat dan birokrasi Orde Baru sebagai titik awal untuk memerangi korupsi?

Boleh saja itu dilakukan dan saya kira cukup baik. Di RRC malah diberlakukan hukuman tembak bagi para koruptor. Namun, sekali lagi, itu hanya penyelesaian kasus per kasus. KKN ini pandanglah sebagai suatu penyakit. Kalau penyakit itu kronis, membersihkannya adalah dengan cara pengubahan pola kultural, agar koruptornya tidak kembali lagi atau semakin banyak lagi. Kalau akut, dibasmi dengan cara kasus per kasus berlandaskan hukum. Susahnya, korupsi ini adalah kejahatan yang merupakan bagian dari sistem. Kejahatan ini susah diusut karena merupakan bentuk kejahat-an tanpa korban. Menurut saya, kedua cara harus dilakukan.

Apa saran Anda agar tercipta Indonesia yang bersih?

Harus ada kemauan untuk mengubah konsep kultural masyarakat dan penegakkan hukum yang tegas.