.

k

Mengayunkan Pedang Bermata Dua: Menegakkan Tatanan Politik yang Jujur Adil

⊆ 16.35 by makalah hukum | .

"Cari yang haram saja susah, apalagi cari yang halal." Ungkapan bernada minor ini sempat populer di sebagian kalangan masyarakat. Mereka menjadi pragmatis karena melihat dengan mata kepala mereka sendiri betapa para koruptor, manipulator, pelaku pungutan liar, dalam berbagai tingkatan, hidup sejahtera, tanpa tersentuh tangan-tangan hukum. Bahkan, yang seringkali membuat frustasi, praktek-praktek tercela tersebut kerap dilakukan justru oleh oknum-oknum aparat penegak hukum.

Dalam suasana demikian, efektifitas penegakan hukum menjadi dipertanyakan. Lalu apa yang harus dilakukan?

Pengamat politik Dr. Andi Alfian Mallarangeng maupun Sekjen Partai Amanat Nasional Faisal Basri sepakat bahwa pemberantasan korupsi hanya efektif jika dilakukan pembenahan terhadap fungsi-fungsi pemerintahan yang kini bekerja. Sedangkan Transparency International, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam pemberantasan korupsi di tingkat global, berpendapat, selain pembenahan pemerintahan, korupsi juga harus diberantas dengan memberdayakan masyarakat madani (civil society).

Harakiri Politik

Dalam pandangan Andi Mallarangeng, sumber korupsi bisa dilacak pada simpang siurnya fungsi pemerintahan yang berkembang selama pemerintahan Orde Baru. "Perlu dilakukan check and balances dalam pemerintahan sehingga pemerintah dapat lebih dikontrol oleh masyarakat, sekaligus mengaktifkan mekanisme kontrol oleh masyarakat," tegas Andi, "Lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif diberdayakan dalam proporsinya masing-masing,sehingga masing-masing pilar tidak melampaui wewenangnya masing-masing."

Hilangnya mekanisme kontrol inilah, yang menurut Andi, telah membukakan celah besar bagi berbagai penyimpangan, termasuk korupsi, dalam berbagai strata masyarakat.

Untuk menyelamatkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, Andi menyarankan agar Presiden B.J. Habibie bertindak tanpa tedeng aling-aling, walaupun hal itu akan merupakan bunuh diri politik bagi diri dan kabinetnya.

"Kalau saya jadi dia saya akan melakukan harakiri politik dan mengusut secara tuntas kasus-kasus KKN termasuk Suharto, walau saya sadar bahwa pada akhirnya saya juga akan tersangkut didalamnya," tegas Andi, "Habibie mesti tegas dalam hal ini, saya yakin walaupun ia akhirnya kena juga toh namanya dapat harum karena sikapnya tersebut."

Selain itu, Andi mengingatkan agar mahasiswa bertindak sebagai kekuatan moral yang terus menggedor pemerintah untuk membersihkan dirinya selama masa transisi ini dan masyarakat harus mau setia berdiri di belakang mahasiswa selama masa transisi ini.

"Masyarakat sudah muak dengan keadaan negara ini, korupsi sudah terlalu parah terjadi di negeri ini jadi saya yakin jika kekuatan moral yang datang dari mahasiswa ini terus berlanjut sekaligus juga ada usaha riil dari masyarakat untuk merombak tatanan politik kita untuk jadi lebih baik saya yakin dalam jangka waktu yang waktu yang saya sebutkan tadi akan terjadi perubahan yang cukup berarti," kata Andi.

Mengulur Waktu

Sependapat dengan Andi, Sekjen Partai Amanat Nasional Faisal Basri memperingatkan pemerintah terhadap hilangnya kepercayaan masyarakat jika tidak sungguh-sungguh memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme yang berurat berakar selama pemerintahan Orde Baru.

"Yang dilakukan oleh pemerintah sekarang hanyalah sekedar mengulur waktu belaka, sehingga masalah KKN tidak akan sempat terselesaikan," kata Faisal, "Pemerintah sekarang sengaja menghindarkan konfrontasi dengan pihak Suharto. Padahal jika kita menunggu sampai pemilu nanti untuk mendapatkan pemerintahan ynag baru, jaraknya sudah sangat jauh, dokumen-dokumen pendukung bisa jadi sudah dihilangkan atau dihancurkan." Dibayang-bayangi kekhawatiran seperti inilah, maka Partai Amanat Nasional menolak pembentukan Bank Mandiri yang merupakan merger empat bank milik pemerintah.

Penyadaran Masyarakat

Untuk mengatasi hal ini, Faisal menyarankan pendekatan sistematis dan terpadu melalui semua jalur pemerintahan. Berikan saja mandat baru pada pemerintahan baru yang bersih, kata Faisal, tapi pemerintah yang bersih juga bisa jadi kotor, karena itu perlu diciptakan kelembagaan ataupun Undang-Undang sehingga pemerintahan tersebut tidak sempat untuk menjadi kotor.

Perlu dibentuk lembaga komplain, menciptakan undang-undang yang mengatur masalah tersebut, memberikan semacam penyadaran kepada masyarakat, karena selama ini masyarakat kita sangat toleran, jadi perlu semacam penyadaran pada masyarakat akan hak-haknya. Misalnya, bahwa dengan dia melapor tidak akan dikenakan biaya apa-apa, lalu dibuat semacam pusat pengaduan dan memberikan sanksi-sanksi etik kepada pegawai negeri dan sebagainya.

Faisal juga mengharapkan mahasiswa, pers dan masyarakat untuk tidak jemu mengawasi tindakan pemerintah memberantas KKN. "Kita perlu terus memberikan tekanan untuk mengungkap kasus-kasus KKN," tandas Faisal, "ini bukan masalah hujat-menghujat, tapi mengingatkan bahwa praktek-praktek KKN itu sebenarnya masih ada."

Ini sama sekali bukan masalah mengungkit masa lalu, bukan masalah benci Suharto, lagipula buat apa benci Suharto? Kita hanya ingin mengingatkan untuk dilakukannya penyelesaian yang tuntas dan semua harus bisa dipertanggungjawabkan. Sekaligus mengingatkan bahwa kita tidak ingin punya pemimpin yang melakukan kesalahan seperti di masa lalu, tandas Faisal.

Masyarakat Madani

Berdasarkan pengamatannya di tingkat global, Transparency International mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi di jajaran pemerintahan tidak akan efektif tanpa memberdayakan masyarakat madani, karena merekalah yang terlibat langsung dengan berbagai praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.

Penerimaan masyarakat terhadap korupsi sebagai kenyataan hidup serta keengganan mereka untuk menolak praktek-praktek korupsi merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam gerakan pemberantasan korupsi. Transparency International bahkan yakin bahwa sebagian pemecahan masalah korupsi terletak pada masyarakat, misalnya, dengan mengubah sikap apatis atau toleransi masyarakat terhadap praktek korupsi.

Tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama, pers, para profesional merupakan elemen-elemen yang harus dilibatkan secara aktif dalam membangun sistem masyarakat yang memiliki integritas. Namun, di atas semua itu, masyarakat biasa merupakan komponen pokok, karena merekalah yang bergelut dengan berbagai praktek korupsi sehari-hari.

Namun demikian, masyarakat juga menjadi sebagian dari sumber masalah korupsi, karena aparat pemerintahan tidak mungkin bisa melakukan tindakan tercela ini, tanpa tanggapan dari masyarakat. Dalam banyak kasus, tindakan korupsi justru dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk menyuap aparat pemerintahan, agar bersedia memenuhi keinginan mereka walaupun melanggar aturan. Dalam skala yang lebih besar, praktek-praktek suap ini juga terjadi pada sektor swasta, saat pengusaha memberi uang ekstra untuk memperoleh kemudahan atau fasilitas tertentu.

Meski demikian, Transparency International tetap yakin, mengabaikan keterlibatan masyarakat madani sama saja dengan mengabaikan perangkat penting dalam mengatasi korupsi. Jadi, walaupun masyarakat madani masih lemah, apatis, atau belum terorganisasi dengan baik, melibatkan mereka secara aktif akan menguatkan serta merangsang bekerjanya strategi anti korupsi yang lebih efektif.

Boks: Tujuh Prinsip Pemerintahan yang Bersih

Meski semua orang sepakat dengan urgensinya, menegakkan pemerintahan yang bersih sungguh merupakan pekerjaan yang sulit, meski bukan tanpa harapan. Berikut ini adalah rekomendasi Komisi Nolan di Inggris (1985) tentang prinsip-prinsip dasar yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

  • Kemandirian: Para pegawai pemerintahan harus mengambil keputusan semata-mata untuk kepentingan masyarakat. Mereka tidak boleh melakukannya untukmemperoleh keuntungan keuangan atau keuntungan materi lainnya, baik untuk diri sendiri, keluarga atau teman-teman mereka.
  • Integritas: Para pegawai pemerintahan seharusnya tidak membebani diri mereka dengan ikatan keuangan atau ikatan lainnya pada perorangan atau organisasi di luar pemerintahan yang mungkin akan mempengaruhi mereka dalam mengerjakan tugas-tugas pemerintahan.
  • Obyektifitas: Dalam menjalankan urusan-urusan pemerintahan, termasuk penugasan, penentuan kontrak, atau merekomendasikan orang untuk memperoleh penghargaan atau keuntungan, para pejabat pemerintahan harus menjatuhkan pilihan mereka atas dasar prestasi (merit based)
  • Tanggungjawab: Para pegawai pemerintahan bertanggung jawab atas kepututusan-keputusan dan tindakan-tindakan mereka terhadap masyarakat dan harus bersedia diperiksa setiap saat manakala diperlukan.
  • Keterbukaan: Para pegawai pemerintah harus bersikap seterbuka mungkin tentang semua keputusan dan tindakan yang mereka ambil. Mereka harus memberikan alasan-alasan terhadap keputusan-keputusan mereka dan membatasi informasi hanya jika dikehendaki oleh kepentingan masyarakat yang lebih luas.
  • Kejujuran: Para pegawai pemerintahan wajib menyatakan semua kepentingan pribadi yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban mereka serta mengambil langkah-langkah untuk memecahkan setiap konflik yang muncul sedemikian rupa untuk melindungi kepentingan masyarakat.
  • Keteladanan: Para pegawai pemerintahan harus menyokong dan mendukung prinsip-prinsip ini melalui kepemimpinan dan teladan.
  • Teaser:
    Ketika korupsi sudah membudaya, dan bahkan diterima sebagai bagian dari kenyataan hidup sehari-hari, apa yang harus dilakukan untuk memberantasnya? Baik pengamat, dan pelaku politik maupun lembaga swadaya masyarakat sepakat untuk menggunakan pedang bermata dua, yaitu menguatkan pemerintahan yang bersih sekaligus memberdayakan masyarakat.

    Sumber:
    The TI Source Book, Part A: Analytical Framework, Chapter 3: Reinventing Government? Removing Corrupt Incentives (21 September, 1996)