.

k

MELACAK KEPPRES BERMASALAH

⊆ 13.28 by makalah hukum | .

Keputusan Presiden (Keppres) ternyata merupakan peraturan perundang-undangan yang paling subur dengan penyimpangan. Keppres rawan terhadap distorsi dalam bidang hukum. Pasalnya, presiden mempunyai keleluasaan luar biasa dalam menentukan materi dan muatan dari Keppres. Selain itu, tidak ada sistem kontrol terhadap produk perundang-undangan tersebut. Akibatnya, dalam dua periode pemerintahan Indonesia, Keppres telah digunakan sebagai legitimasi hukum yang sah untuk mendukung kepentingan-kepentingan ekonomis dan politis presiden atau para kroninya.

Berbagai penyimpangan bisa terjadi karena Keprres merupakan peraturan perundang-undangan yang tidak memerlukan persetujuan DPR. Ia merupakan produk yang amat fleksibel karena dapat berbentuk pendelegasian maupun pendistribusian langsung dari Pasal 4 ayat 1 UUD 1945. Keppres juga berfungsi sebagai pengaturan lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah.

Keleluasan presiden dalam mengeluarkan Keppres ini dimungkinkan dengan adanya dualisme dalam fungsi pemerintahan. UUD 1945 menjelaskan, presiden sebagai mandataris MPR wajib menjalankan GBHN yang ditetapkan oleh MPR (eksekutif) dan presiden mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR (yudikatif). Oleh karena itu eksekutif memegang peran penting dan menentukan dalam perumusan hampir tiap tingkatan perundang-undangan.

Distorsi dalam bidang hukum ini bermuara pada empat pandangan mengenai tingkat laku kekuasaan pada masa pemerintahan presiden Soeharto. Pertama, presiden menjadi sumber segala kekuasaan karena kekuasaan dianggap datang dari atas. Kedua, sifat kekuasaan terpusat: presiden menjadi kepala negara, kepala pemerintahan, mandataris MPR, Panglima tertinggi ABRI, Ketua Dewan Pembina Golkar dan ketua berbagai yayasan. Ketiga, secara kualitatif, kekuasaan menjadi sangat atau dibuat kebal terhadap segala kontrol sosial. Keempat, kekuasaan presiden semasa Orba telah menciptakan sebuah persepsi tentang politik yang tidak sesuai dengan paham demokratis.

Penyimpangan Keppres ini paling tidak dapat dilacak selama kurun waktu terakhir pemerintahan presiden Soeharto. Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) menemukan indikasi 22,35 persen dari 528 Keppres yang menyimpang selama periode 1993-1998. Sebagian Keppres itu bermasalah dari sudut legalitas. Adolf Merkl menyebutkan, suatu norma hukum itu ke atas bersumber dan berdasar pada norma di atasnya, tetapi ke bawah menjadi dasar bagi norma hukum di bawahnya.

Dari sudut materiil, Keppres yang bermasalah sering tidak berpihak kepada rakyat serta mengandung unsur penyalahgunaan kekuasaan dan sarat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Bob Hasan melalui Nusamba bisa mendapat kucuran kredit murah dari Dana Reboisasi atau Tommy Soeharto meraup untung lewat Mobnas "Timor" kalau tanpa dukungan Keppres. Keppres ini bisa meluncur mulus lantaran tidak ada kontrol. Bahkan, seringkali pra praktisi sering hanya "memaklumi" ketika menemukan ketidakberesan hukum, tanpa bisa atau mau mempertanyakannya. Keppres bermasalah ini sudah saatnya dicabut untuk menata kembali kehidupan bernegara kita. Dalam era reformasi, upaya MTI dan berbagai kalangan lain yang peduli akan hukum diharapkan akan mengurangi munculnya Keppres dan produk perundangan lain yang bermasalah.