.

k

KPU Sikapi Kolektif Soal Keharusan Purnawaktu

⊆ 15.17 by makalah hukum | .

Jakarta, Kompas - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan memilih menyikapi secara kolektif aturan dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengenai keharusan purnawaktu. Materi tersebut rencananya akan dibahas secara khusus dalam rapat pleno anggota KPU.

Pendapat itu dirangkum dari anggota KPU Hamid Awaludin dan Valina Singka Subekti yang ditemui Kompas di Jakarta, Rabu (19/2). Anggota KPU Chusnul Mar’iyah memilih untuk tidak berkomentar terlebih dahulu mengenai aturan tersebut. Sementara sejumlah anggota KPU lainnya-seperti Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin, Wakil Ketua Ramlan Surbakti, FX Mudji Sutrisno, Mulyana W Kusumah, Daan Dimara, dan Anas Urbaningrum-sedang mengadakan kunjungan dinas ke luar Jakarta.

Sesuai Pasal 18 UU Pemilu, yang termasuk dalam persyaratan anggota KPU adalah tidak sedang menduduki jabatan politik, jabatan struktural, dan jabatan fungsional dalam jabatan negeri serta bersedia bekerja sepenuh waktu. Sementara, Pasal 144 hasil voting dalam Rapat Paripurna DPR Selasa malam kemarin menyebutkan, waktu yang diberikan untuk penyesuaian aturan tersebut adalah satu bulan sejak diberlakukannya UU Pemilu.

Menurut catatan Kompas, sembilan dari sebelas anggota KPU saat ini masih aktif mengajar pada sejumlah perguruan tinggi negeri seperti di Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, dan Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura.

Hamid Awaludin yang mengajar di Unhas menyatakan, seluruh materi yang telah disetujui menjadi UU Politik segera dibicarakan dalam rapat pleno KPU. Menurut Hamid, penyikapan atas keharusan purnawaktu dan soal jabatan negeri itu bisa dilihat sebagai sikap pribadi anggota KPU, namun juga harus dilihat dalam kerangka kelembagaan. Apalagi, mayoritas anggota KPU saat ini memiliki persoalan serupa menyangkut status pegawai negeri mereka sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri.

Valina yang pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI menyatakan, tugas mengajar di perguruan tinggi dan tugas sebagai anggota KPU sama-sama merupakan tugas negara. Salah satu solusi yang dimungkinkan adalah mengambil cuti sementara sampai batas akhir tugas sebagai anggota KPU.

Hamid menekankan, persoalan purnawaktu harus dilihat lebih pada bagaimana kinerja anggota KPU selama ini. Karenanya, penyikapan aturan tersebut juga harus dipertimbangkan secara matang. Waktu penyesuaian selama sebulan yang diatur dalam UU Pemilu tersebut sekaligus akan digunakan dengan mempertimbangkan posisi kelembagaan KPU.

Potensi konflik

Sementara itu sosiolog Dr Kastorius Sinaga mengemukakan, waktu satu bulan untuk penyesuaian diri berpotensi menimbulkan konflik antara KPU dengan DPR. Namun Sinaga berharap, KPU bisa menyikapi masalah ini dengan bijak sehingga tidak mengganggu persiapan Pemilu 2004.

"Ada baiknya kalau KPU proaktif bertemu dengan DPR untuk membicarakan implementasi Pasal 144 RUU Pemilu tersebut," kata Kastorius Sinaga. "Bisa saja memang timbul solidaritas korps dari anggota KPU untuk melawan pasal itu. Kalau itu terjadi ya berbahaya."

Ia mengharapkan anggota KPU yang masih mempunyai jabatan rangkap bisa cuti sementara sampai pelaksanaan Pemilu 2004. (dik/bdm)