.

k

Darmanto Jatman: Budaya Antikorupsi Harus Diciptakan

⊆ 16.47 by makalah hukum | .

Darmanto Jatman mengatakan, pemberantasan korupsi hanya bisa dilakukan dengan menciptakan sebuah budaya baru yang tidak korup dan kreatif. Ilmuwan, intelektual, budayawan, seniman, bisa memulai menciptakan budaya baru itu. "Misalnya, kita bisa mulai dengan slogan angan biarkan dirimu menjadi korban korupsi. Ini saya pikir lebih efektif, di samping penegakan hukum yang harus terus diupayakan," ujar Psikolog dari Universitas Diponegoro Semarang ini. Pemikiran lebih luas mengenai hal ini dijelaskan lebih lanjut melalui wawancara dengan beliau. Berikut petikannya.

Profesor Soetandyo menyebutkan bahwa korupsi sudah menjadi bagian dari kebudayaan. Menurut Anda?
Bung Hatta pernah menyatakan korupsi bukan bagian kebudayaan. Itu sekitar 50 tahun lalu ketika Bung Hatta jadi Wapres. Setelah itu ada proses sosialisasi, internalisasi, dan akhirnya masyarakat tidak sadar lagi bahwa semua telah merasuk ke dalam jiwanya. Korupsi akhirnya menjadi bagian dari way of life. Masyarakat tidak lagi menyadari korupsi karena norma-normanya sudah internalized. Menerima hadiah, bonus, itu sudah biasa, padahal apa yang dikerjakan itu bagian dari tugasnya. Mestinya mereka sadar bahwa itu bagian dari korupsi. Tetapi, mereka melihat itu sebagai hak bahkan sebagai bagian dari sistem manajemen. Itu yang disebut kebudayaan. Jadi, manajemen kita sudah korup. Memberikan hadiah pada tindakan yang tidak perlu diberi hadiah, dan memberikan motivasi pada mereka yang tidak perlu diberi motivasi, karena apa yang akan dikerjakan memang sudah kewajibannya.

Sudah banyak aturan atau hukum, tetapi pemberantasan korupsi tak sesuai harapan. Bagaimana Anda melihat ini?
Yang dilupakan masyarakat adalah hati nurani. Tidak semuanya bersifat transendental begitu. Kalau anak kecil dibesarkan dalam lingkungan bahwa memberi untuk mendapatkan sesuatu, maka secara tidak sadar dia telah melakukan. Akibatnya, dia merasa tidak salah. Perangkat hukum berpengaruh sebagai kontrol dari luar. Jadi, dia bisa melakukan enforcement. Yang celaka apabila aparat hukum sudah masuk ke dalam sistem itu. Jadi, tidak bisa melihat itu sebagai sesuatu yang salah. Itu bisa dilihat dari pertimbangan hukum dari hakim terhadap perkara korupsi. Tetapi, secara sosial, kontrol itu tetap ada. Memberi nilai lebih tinggi pada mahasiswa yang memberi hadiah, itu sogokan. Tetapi, kalau memberi peluang untuk mendapat nilai tinggi, itu bukan. Padahal, esensinya sama. Jadi, di sini yang sangat penting adalah kontrol lintas disiplin. Itu yang bisa dilakukan ketika perangkat hukum sudah korup. Artinya, DPR mengawasi pemerintah, LSM mengawasi DPR. Masyarakat mengawasi LSM, sampai terjadi saling kontrol.

Apa strategi yang tepat memerangi korupsi?
Dulu kita selalu berpikir memberantas korupsi harus dilakukan dengan menempatkan orang-orang bersih. Padahal, orang yang terlibat korupsi itu juga bisa memberantas korupsi. Kita kembali pada prinsip kontrol silang tadi. Yang penting diciptakan adalah bagaimana agar setiap orang jangan mau menjadi korban korupsi. Ada slogan yang cukup bagus. Jangan biarkan dirimu menjadi korban korupsi. Kalau ada orang yang mengkorup kamu teriaklah. Misalnya, ada hakim yang ketika menerima sogokan diam saja. Mestinya, orang yang terpaksa memberi uang itu yang berteriak.

Bagaimana Anda melihat munculnya lembaga pemantau korupsi? Saya kira kok lebih banyak memunculkan arogansi. Saya kenal suatu kelompok yang saya sangat hormati. Kelompok itu mengritik pemerintah. Tetapi, akhirnya minta bantuan pemerintah. Mereka bilang tidak minta uang pemerintah, tetapi uang rakyat. Ini kan suatu manipulasi moral yang luar biasa. Yang saya takutkan adalah pretensi bersih pada anggota corruption watch. Mereka akan dapat dijebak dengan sangat mudah. Yang terpenting mereka mau bekerja meneliti, menyelidiki, membongkar korupsi. Kalau akhirnya mereka terbukti korupsi, ya diganti. Mereka harus bersedia dibongkar. Jangan sampai ada lembaga yang merasa paling suci dan melihat orang lain berdosa semua. Saya tidak keberatan, tetapi jangan sampai masyarakat mencitrakan mereka sebagai orang bersih.

Bagaimana dengan pengumuman harta kekayaan pejabat negara?
Pengumuman harta pejabat negara di Indonesia, itu tidak bisa. Kalau di AS bisa. Saya kira perlawanan terhadap korupsi tidak bisa formalistik dan legalistik. Kita perlu mencegahnya secara kultural. Jadi, marilah kita mengembangkan kultur anti korupsi. Jadi, ini kerja kultural, kerja para seniman, ilmuwan, sastrawan, budayawan. Mereka harus bisa menciptakan kultur anti korupsi.

Tentang cita-cita Indonesia baru yang bersih dan demokratis?
Itu hanya slogan. Yang penting kita harus mulai membangun kultur baru, yang kritis dan tidak korup. Tetapi, juga ada orang kreatif yang menciptakan nilai-nilai baru.