.

k

MENCARI FORMAT IDEAL DALAM SISTEM KETATANEGARAAN

⊆ 15.03 by makalah hukum | .

makalah sistem ketatanegaraan
Keterwakilan rakyat merupakan kemutlakan dalam sistem demokrasi di Indonesia yang tengah dikedepankan dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk didalamnya keberadaan DPD yang merupakan lembaga baru dalam tata hukum di Indonesia. DPD merupakan representasi aspirasi masyarakat dari setiap daerah yang telah memilih para wakilnya untuk duduk di parlemen dan memperjuangkan suara serta kepentingan daerah demi tetap terjaganya semangat Bhineka Tunggal Ika.
Namun dalam perkembangannya DPD masih banyak mengalami kendala dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai representasi masyarakat, diantaranya dalam struktur Bikameral (dua kamar) pada lembaga MPR yang terdiri dari DPR dan DPD seharusnya kedua lembaga negara ini mempunyai kewenangan yang seimbang sehingga akan terwujud adanya checks and balances, namun dalam kenyataannya DPD hanya mempunyai kewenangan untuk mengusulkan tidak sampai memutuskan. Adanya ketidaksetaraan ini dapat dilihat dalam susunan dan kedudukan DPD yang diatur oleh undang-undang. Selanjutnya permasalahan terlihat pula dalam UUD Negara R.I Tahun 1945 bahwa mekanisme birokrasi yang ada tidak melembagakan adanya mekanisme checks and balances diantara lembaga-lembaga negara, khususnya menyangkut posisi DPD. Maka adanya wacana untuk melakukan refungsionalisasi legislasi DPD RI melalui amandemen UUD Negara R.I Tahun 1945 Pasal 22D merupakan agenda penting pada Sidang MPR RI pada bulan Oktober 2007.
Guna menjaring aspirasi, dukungan dan referensi dari berbagai kalangan khususnya akademisi, praktisi dan masyarakat, maka Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) D.I.Yogyakarta bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan judul “Peran Ideal DPD RI Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”. Acara FGD ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 31 Juli 2007 di Kampus Pusat Universitas Janabadra Yogyakarta, yang dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor I, Ir. Cungky Kusdardjito, MP., Ph.D. Adapun nara sumber yang hadir adalah ; dari DPD-RI H.Subardi dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang disampaikan oleh Drs. H.A.Hafidz Asrom, MM, dari akademisi Eny Nurbaningsih, S.H., M.Hum (UGM), Andi Sandi, S.H., LL.M (UGM), Isviarti Joenaini Kunthi, S.H., M.Hum (UJB) dan Sri Handayani. Retna Wardani, S.H., M.H (UJB), dari KPU DIY Drs. Mohammad Nadjib, MSi dan terakhir dari IRE sekaligus sosiolog UGM Arie Sujito, MSi
Tujuan dilaksanakannya FGD ini adalah : pertama menjaring masukan dari pakar atau para ahli, Badan Eksekutif Mahasiswa serta masyarakat dan kedua mendapatkan usulan sekaligus rekomendasi mengenai tugas, fungsi serta wewenang secara konstitusional.
Adapun sasaran yang akan dicapai meliputi ; pertama membangun opini positif, kedua mendorong kesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh komponen masyarakat, ketiga amandemen terhadap pasal-pasal DPD-RI, keempat mendapatkan dukungan politik secara terbuka dan kelima adanya risalah diskusi sebagai bahan landasan bagi penyempurnaan amandemen UUD Negara R.I Tahun 1945.
Dari para nara sumber yang hadir dalam acara FGD ini dapat ditarik masing-masing kesimpulan sebagai berikut ;
H. Subardi (DPD RI), Menciptakan kesetaraan lembaga parlemen di Indonesia yang sama-sama dipilih melalui proses pemilu langsung, sehingga pembagian kekuasaan lembaga parlemen negara ada keseimbangan ; Menciptakan iklim lembaga parlemen yang saling mengawasi, mengimbangi, transparan dan ketat ; Menyalurkan aspirasi dan kepentingan-kepentingan daerah ; Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah.
Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang disampaikan oleh Drs. H.A.Hafidz Asrom, MM (DPD RI), Hasil pengawasan DPD hanya bersifat inferioritas ; DPD belum mencerminkan sebagai lembaga negara yang terpilih melalui Pemilu ; Perlu adanya keseimbangan kewenangan dalam pelaksanaan tugas lembaga-lembaga Negara, khususnya DPD sehingga akan melahirkan sistem birokrasi yang kuat dan akuntabel ; Dalam fungsi pengawasan DPD dapat diberikan hak yang sama dengan DPR untuk memangil perorangan atau lembaga baik ditingkat pusat atau daerah ; Amandemen Pasal 22D UUD Negara R.I Tahun 1945 ; DPD diberikan hak untuk memberikan pertimbangan kepada pengangkatan Anggota MA dan MK, karena dinilai tugas kedua lembaga negara ini banyak bersinggungan dengan kepentingan daerah.
Eny Nurbaningsih, S.H., M.Hum (UGM), DPD ingin memperkuat kedudukannya sebagai lembaga perwakilan daerah yang salah satunya dengan mengusulkan perubahan UU No. 10 Thn 2004 dan UU No. 22 Thn 2003 ; Hasil amandemen belum cukup mengatur kedudukan DPD guna optimalisasi kewenangan, namun yang terlihat bahwa Pasal 22D UUD Negara R.I Tahun 1945yang mengatur lingkup kewenangan DPD hanya bersifat “partisipan” dalam pembahasan RUU. Keikutsertaannya sangat tergantung kehendak DPR dan tidak ada sanksi yuridis bagi DPR apabila tidak melibatkan DPD dalam pembahasan RUU ; Pola hubungan antara DPR dan DPD dengan PRESIDEN tidak mengambarkan checks and balances serta akuntabilitas horizontal antara lembaga yang seharusnya menempatkan kewenangan yang sejajar dan hal ini dapat berimplikasi negatif bagi kepentingan daerah ; Adanya otonomi daerah yang cukup luas mengarah pada “federal arrangement” maka bicameralisme dinilai yang paling cocok untuk diterapkan sehingga MPR merupakan forum meeting yang unsurnya terdiri dari DPR dan DPD yang sama-sama keanggotaannya dipilih melalui pemilu maka akan saling mendapatkan pengguatan fungsi legislasi dan Kontrol yang seimbang.
Andi Sandi, S.H., LL.M (UGM), Meningkatkan kedudukan pemerintah daerah dalam UUD Negara R.I Tahun 1945, dengan cara menetapkan secara tegas dalam UUD Negara R.I Tahun 1945 apa saja yang menjadi kewenangan pemerintah pusat sekaligus juga menjadi kewenangan pemerintah daerah, tidak perlu dicemaskan isu mengenai federalism sebab banyak negara kesatuan yang tetap menggunakan sistem strong bicameralism (Jepang dan United Kingdom) ; DPD menjadi salah satu pemegang kekuasaan pembentukan undang-undang, konsekuensinya pasal 20 UUD Negara R.I Tahun 1945 perlu diamandemen. Implikasinya DPD berkedudukan sejajar dengan DPR dan Presiden dalam pembentukan undang-undang, perubahan terhadap Bab VII UUD Negara RI Tahun 1945 dengan mengakomodasi perubahan yang dilakukan pada Bab VI dan Bab VII UUD Negara RI Tahun 1945.
Isviarti Joenaini Kunthi, S.H., M.Hum (UJB), Sebagai lembaga baru di parlemen harus mampu memperkuat ekstistensinya ; Guna memperluat peran DPD dalam parlemen maka perlu menggalang dukungan dari DPR, Pemerintah, LSM, dan kalangan diluar birokrasi termasuk didalamnya masyarakat dan konstituen.
Sri Handayani. Retna Wardani, S.H., M.H (UJB), Perlu dilakukan amandemen untuk memberdayakan DPD ; Menetapkan prosedur yang berlandaskan konstitusional dan melakukan penjaringan aspirasi pada setiap daerah di Wilayah Indonesia ; Memperjuangkan kepentingan daerah dengan tetap menjaga nilai-nilai kerukunan dan kesatuan seluruh wilayah NKRI ; Perlu peran yang lebih luas dari DPD dalam pembahasan setiap RUU dengan DPR dan pemerintah, yang hal ini dapat menjadi penyeimbang di parlemen.
Drs. Mohammad Nadjib, MSi (KPU DIY), Meninjau ulang kewenangan yang selama ini dimiliki DPD ; Peningkatan kualitas dan kuantitas anggota DPD ; Membenahi infra struktur pencalonan anggota DPD supaya KPU cukup waktu untuk melakukan sosialisasi pencalonan ; Meningkatkan kapasitas SDM khususnya pada bidang persyaratan individu pencalonan ; Perbaikan mekanisme pancalonan ; Kampanye yang baik dan mendidik ; Memberikan informasi yang valid kepada masyarakat.
Arie Sujito, MSi (IRE & UGM), DPD perlu melakukan refleksi terhadap apa yang sudah dicapai selama usia yang masih relative muda ini ; Memfokuskan langkah-langkah strategis guna tetap mengawal agenda reformasi, khususnya berkenaan fungsinya dalam mengartikulasi dan mengagregasikan kepentingannya di parlemen ; DPD merupakan aktualisasi suara lokal namun dalam tugas dan fungsinya harus tetap mendasarkan diri pada semangat nasionalisme kolektif (lintas daerah-keindonesiaan) sehingga nantinya tidak akan terjebak dalam daerahisme secara eksklusif ; DPD sebagai salah satu alat sipil strategis untuk berpolitik mempengaruhi kebijakan nasional dari suara lokal namun permasalahannya sejauh ini dalam sistem ketatanegaraan Indonesia belum memberikan ruang yang memadai untuk DPD bernegosiasi mempengaruhi kebijakan secara kongkrit ; Merumuskan mekanisme menjaring aspirasi supaya apa yang diartikulasikan betul-betul menjadi kehendak masyarakat, tidak terjebak kepentingan kelompok.