.

k

Korupsi: Gurita yang Menghancurkan Indonesia

⊆ 16.28 by makalah hukum | .

Menjelang akhir tahun 1998, Menteri Koordinator Pengawasan dan Pembangunan mengumumkan temuan yang mengejutkan. Dari hasil penyelidikan di tujuh departemen, praktek koupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan semasa pemerintahan Orde Baru merugikan negara sebesar sekitar Rp. 4,387 trilyun.

Rekapitulasi Temuan Praktek Korupsi

1993/94- triwulan II 1998/99

Tahun Anggaran

Jumlah Kerugian

Kasus

Nominal (Rp.)

1993/1994

31

41.310.687.283,04

1994/1995

23

15.885.309.860,83

1995/1996

8

3.890.687.927,54

1996/1997

15

323.703.110.108,86

1997/1998

16

65.187.741.796,67

1998/1999*

9

219.004.459.748,00

US$205.483.693,00



*triwulan II 1998/99

Sumber: Bisnis Indonesia, 30 Des.1998/ BPKP

Sebelumnya, pada tanggal 1 September 1998, Menko Wasbang mengumumkan pemutusan kontrak-kontrak yang mengandung unsur KKN. Tindakan ini berhasil menghemat pengeluaran negara sebesar 82,76 juta dollar AS (setara dengan Rp. 620, 7 milyar) pertahun. Dari pengadaan barang dan jasa PT Garuda Indonesia saja, negara bisa menghemat Rp. 164,125 milyar per tahun.

Sementara berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, sejak tahun anggaran 1993/1994 sampai triwulan kedua tahun anggaran 1998/1999, terjadi 102 praktek korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 2,31 triliun terdiri dari 668,981 miliar dan US$205,483 juta (Rp 1,644 triliun).

Ironisnya, dari 12 departemen pemerintah yang diperiksa BPKP, Departemen Keuangan tercatat sebagai departemen yang paling korup, dengan total kerugian negara yang mencapai Rp 329,070 miliar selama periode 1993/1994 sampai triwulan II 1998/99, meski hanya mencatat sembilan kasus.

Corruption in Asia

No

Country

1997

1998

1.

Singapore

1.05

1.43

2.

Hong Kong

3.03

2.74

3.

Japan

4.60

5.00

4.

Taiwan

5.96

5.20

5.

Malaysia

5.80

5.38

6.

China

8.06

6.97

7.

South Korea

7.71

7.12

8.

Philippines

6.50

7.17

9.

India

8.20

7.40

10.

Vietnam

8.00

8.25

11.

Thailand

7.49

8.29

12.

Indonesia

8.67

8.95

Departemen terkorup berikutnya adalah Departemen Pekerjaan Umum dengan kerugian Rp 211,838 miliar dan US$105 juta, Departemen Pertanian yang merugikan negara sebesar Rp 29,584 miliar dan US$100 juta) serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan, khususnya di bidang perdagangan (Rp 40,507 miliar).

Paling Korup

Dengan wajah carut marut seperti ini, tidak heran jika Indonesia dikenal dunia internasional sebagai salah satu negara yang paling korup.

Dalam survei tentang persepsi korupsi yang dilakukan terhadap 427 pengusaha yang bekerja di kawasan Asia, lembaga riset internasional Political and Economic Risk Consultancy, Ltd., yang berbasis di Hongkong menemukan bahwa problem korupsi di Indonesia merupakan yang paling serius antara 12 negara Asia.

Bahkan, indeks persepsi ini meningkat dari 8,67 pada tahun 1997, menjadi 8,95 pada tahun 1998. Ini merupakan hal yang mencemaskan, tulis PERC dalam Corruption In Asia In 1998, Excerpt from Asian Intelligence Issue #507, edisi 1 April, 1998.

PERC bahkan memperingatkan bahwa kasus korupsi di Indonesia bisa ‘mencemarkan’ negara tetangganya. Menurut PERC, banyak diantara pengusaha Indonesia yang merasa tidak aman dengan kondisi politik yang tidak stabil di negaranya, berupaya melindungi diri dengan memindahkan aset dan operasi usaha mereka ke luar negeri, dan Singapura merupakan salah tempat paling favorit. Karena para pengusaha ini rentan terhadap tuduhan korupsi di Indonesia, operasi usaha mereka di Singapura dapat terbawa dalam pemeriksaan kasus korupsi.

Survei lain yang dilakukan lembaga internasional Transparency International yang berbasis di Berlin, Jerman, menunjukkan Indonesia berada di urutan ke 80 dari 85 negara yang diteliti dengan skor 2,0. Sementara Rusia berada pada urutan 76 dengan skor 2,4 dan Pakistan menempati urutan 71 bersama Latvia dan Baltics, dengan skor 2,7. Penilaian terburuk diberikan pada Kamerun dengan skor 1,4. Skor ini dihitung berdasarkan survei atas persepsi tentang korupsi dari pengusaha, analis resiko, dan masyarakat umum, dengan rentang antara 10, yang berarti sangat bersih dan 0 yang berarti sangat korup.

Meningkatkan Resiko

Selain menimbulkan persepsi buruk di dunia internasional, korupsi di Indonesia juga meningkatkan resiko berusaha (country risk) di mata para pengusaha asing.

Business Risks in Asia -- A US Perspective

No

Country

Importance of Political Risk

Degree of Difficulty of Doing Business

1.

China

68.55

6.33

2.

Hong Kong

62.32

3.61

3.

Vietnam

56.54

5.75

4.

Philippines

56.32

5.83

5.

Taiwan

54.20

4.78

6.

South Korea

50.24

5.62

7.

Thailand

48.70

5.59

8.

Indonesia

48.41

6.27

9.

Malaysia

42.00

5.35

10.

US

32.19

2.89

11.

Japan

31.79

4.97

12.

Singapore

27.07

3.50

Dalam survei yang dilakukan di kalangan pengusaha Amerika Serikat yang menjalankan operasi usaha mereka di kawasan Asia, PERC, Ltd. meminta responden untuk memperkirakan bobot pengaruh lingkungan eksternal, baik politik maupun ekonomi, pada usaha mereka.

Pada survei yang dilakukan pada bulan Februari 1997 ini, Indonesia menempati urutan ke delapan, dengan tingkat resiko politik 48,41% (maka tingkat resiko ekonominya 51,59%), dan tingkat kesulitan lingkungan usaha yang mencapai 6,27 dalam skala 10 (angka 10 berarti lingkungan usaha yang amat sulit, sementara angka 0 berarti lingkungan usaha yang kondusif.

Menurut penulisnya, Robert Broadfoot, korupsi merupakan salah satu faktor yang meningkatkan resiko usaha di setiap negara. Padahal, sebagaimana yang ditunjukkan oleh studi PERC tentang persepsi korupsi, (lihat tabel Corruption in Asia), indeks persepsi korupsi di Indonesia meningkat 8,67 pada tahun 1997, menjadi 8,95 pada tahun 1998. Artinya, pada tahun 1998, country risk Indonesia menjadi lebih tinggi lagi.