.

k

Bab VI - Harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya

⊆ 15.47 by makalah hukum | .

harta bersama, kitab undang-undang hukum acara perdata, hukum acara perdata, acara perdata, hukum perdata

Bagian 1

Harta-bersama menurut undang-undang

119. Sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta-bersama menyeluruh antara suami-istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami-istri. (KUHPerd. 126, 139, 149, 153, 180, 186; F. 60, 62.)

120. Berkenaan dengan soal keuntungan, maka harta-bersama itu meliputi barang-barang bergerak dan barang-barang tak bergerak suami-istri itu, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, juga barang-barang yang mereka peroleh secara cuma-cuma, kecuali bila dalam hal terakhir ini yang mewariskan atau yang menghibahkan menentukan kebalikannya dengan tegas. (KUHPerd. 158.)

121. Berkenaan dengan beban-beban, maka harta-bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami-istri, baik sebelum perkawinan maupun selama perkawinan. (KUHPerd. 130 dst., 163, F. 62.)

122. Semua penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua keuntungan dan kerugian yang diperoleh selama perkawinan, juga menjadi keuntungan dan kerugian harta-bersama itu. (KUHPerd. 155; Rv. 823j.)

123. Semua utang kematian, yang terjadi setelah seseorang meninggal dunia, hanya menjadi beban para ahli waris dari yang meninggal itu. (KUHPerd. 126-1?, 128.

Bagian 2

Pengurusan harta-bersama

124. Hanya suami saja yang boleh mengurus harta-bersama itu. Dia boleh menjualnya, memindahtangankannya dan membebaninya tanpa bantuan istrinya, kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 140. Dia tidak boleh memberikan harta bersama sebagai hibah antara mereka yang sama-sama masih hidup, baik barang-barang tak bergerak maupun keseluruhannya atau suatu bagian atau jumlah tertentu dari barang-barang bergerak, bila bukan kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan mereka, untuk memberi suatu kedudukan. Bahkan dia tidak boleh menetapkan ketentuan dengan cara hibah mengenai suatu barang yang khusus, bila dia memperuntukkan untuk dirinya hak pakai hasil dari barang itu. (KUHPerd. 105, 119, 186, 320, 434, 903; LN 1953-86 pasal 6, bdk. catatan KUHPerd. 105.)

125. Bila si suami tidak ada, atau berada dalam keadaan tidak mungkin untuk menyatakan kehendaknya, sedangkan hal itu dibutuhkan segera, maka si istri boleh mengikatkan atau memindahtangankan barang-barang dari harta-bersama itu, setelah dikuasakan untuk itu oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 108, 112, 114 dst., 496; Rv. 813 dst.)

Bagian 3

Pembubaran gabungan harta-bersama dan bagian hak

untuk melepaskan diri dari padanya

126. Harta-bersama bubar demi hukum:

1. karena kematian;

2. karena perkawinan atas izin hakim setelah suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 493 dst.)

3. karena perceraian; (KUHPerd. 207 dst.)

4. karena pisah meja dan ranjang; (KUHPerd. 233 dst.)

5. karena pemisahan harta. (KUHPerd. 186 dst.)

Akibat-akibat khusus dari pembubaran dalam hal-hal tersebut pada nomor 2, 3, 4 dan 5 pasal ini, diatur dalam bab-bab yang membicarakan soal ini. (KUHPerd. 119, 222 dst.)

127. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setelah salah seorang dari suami-istri meninggal, maka bila ada ditinggalkan anak yang masih di bawah umur, pihak yang hidup terlama wajib untuk mengadakan pendaftaran harta-benda yang merupakan harta-bersama dalam waktu empat bulan. [Catatan Editor: Dalam BW jangka waktu yang diindikasikan lamanya adalah tiga bulan]. Pendaftaran harta-bersama itu boleh dilakukan di bawah tangan, tetapi harus dihadiri oleh wali pengawas. Bila pendaftaran harta-bersama itu tidak diadakan, gabungan harta-bersama berlangsung terus untuk keuntungan si anak yang masih di bawah umur, dan sekali-kali tidak boleh merugikannya. (KUHPerd. 311, 315, 370, 408, 417; Wsk. 48.)

128. Setelah bubarnya harta-bersama, kekayaan-bersama mereka dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu.

Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Bab XVII Buku Kedua, mengenai pemisahan harta peninggalan, berlaku terhadap pembagian harta bersama menurut undang-undang. (KUHPerd. 123, 156, 243, 408, 903, 1066 dst., 1071 dst.; Rv. 689 dst.)

129. Pakaian, perhiasan dan perkakas untuk mata-pencaharian salah seorang dari suami-istri itu, beserta buku-buku dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan akhirnya surat atau tanda kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal-usul keturunan salah seorang dari suami-istri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar harga yang ditaksir secara musyawarah atau oleh ahli-ahli (KUHPerd. 132.)

130. Sang suami, setelah pembubaran harta-bersama, boleh ditagih atas utang dari harta-bersama seluruhnya, tanpa mengurangi haknya untuk minta penggantian setengah dari utang itu kepada istrinya atau kepada para ahli waris si istri. (KUHPerd. 121, 124, 128.)

131. Suami atau istri, setelah pemisahan dan pembagian seluruh harta-bersama, tidak boleh dituntut oleh para kreditur untuk membayar utang-utang yang dibuat oleh pihak lain dari suami atau istri itu sebelum perkawinan, dan utang-utang itu tetap menjadi tanggungan suami atau istri yang telah membuatnya atau para ahli warisnya; hal ini tidak mengurangi hak pihak yang satu untuk minta ganti rugi kepada pihak yang lain atau ahli warisnya. (KUHPerd. 121, 128, 132.)

132. Istri berhak melepaskan haknya atas harta-bersama; segala perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini batal; sekali melepaskan haknya, dia tidak boleh menuntut kembali apa pun dari harta-bersama, kecuali kain seprei dan pakaian pribadinya. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dengan pelepasan ini dia dibebaskan dari kewajiban untuk ikut membayar utang-utang harta-bersama. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Tanpa mengurangi hak para kreditur atas harta-bersama, si istri tetap wajib untuk melunasi utang-utang yang dari pihaknya telah jatuh ke dalam harta-bersama; hal ini tidak mengurangi haknya untuk minta penggantian seluruhnya kepada suaminya atau ahli warisnya. (AB. 23; KUHPerd. 113, 121, 129, 131, 136, 138, 153, 483, 1023, 1045.)

133. Istri yang hendak mempergunakan hak tersebut dalam pasal yang lampau, wajib untuk menyampaikan akta pelepasan, dalam waktu satu bulan setelah pembubaran harta-bersama itu, kepada panitera pengadilan negeri di tempat tinggal bersama yang terakhir, dengan ancaman akan kehilangan hak itu (bila lalai).

Bila gabungan itu bubar akibat kematian suaminya, maka tenggang waktu satu bulan berlaku sejak si istri mengetahui kematian itu. (Ov. 14; KUHPerd. 134, 138, 1023 dst., 1989; Rv. 135, 829.)

134. Bila dalam jangka waktu tersebut di atas istri meninggal dunia, sebelum menyampaikan akta pelepasan, para ahli warisnya berhak melepaskan hak mereka atas harta-bersama itu dalam waktu satu bulan setelah kematian itu, atau setelah mereka mengetahui kematian itu, dan dengan cara seperti yang diuraikan dalam pasal terakhir. Hak istri untuk menuntut kembali kain seprei dan pakaiannya dari harta-bersama itu, tidak dapat diperjuangkan oleh para ahli-warisnya. (Ov. 14; KUHPerd. 132, 138, 903, 1023 dst.)

135. Bila para ahli waris istri tidak sepakat dalam tindakan, sehingga sebagian menerima dan yang lain melepaskan diri dari harta-bersama itu, maka yang menerima itu, tidak dapat memperoleh lebih dari bagian warisan yang menjadi haknya atas barang-barang yang sedianya menjadi bagian istri itu seandainya terjadi pemisahan harta. Sisanya dibiarkan tetap pada si suami, atau pada ahli warisnya, yang sebaliknya berkewajiban terhadap ahli waris yang melakukan pelepasan, untuk memenuhi apa saja yang sedianya akan dituntut oleh si istri dalam hal pelepasan, tetapi hanya sebesar bagian warisan yang menjadi hak ahli waris yang melakukan pelepasan. (KUHPerd. 132, 134, 138, 903, 1048, 1051, 1061.)

136. Istri yang telah menarik pada dirinya barang-barang dari harta-bersama, tidak berhak melepaskan diri dari harta-bersama itu. Tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan semata-mata atau penyelamatan, tidak membawa akibat seperti itu. (KUHPerd. 137, 483, 1048 dst.)

137. Istri yang telah menghilangkan atau menggelapkan barang-barang dari harta-bersama, tetap berada dalam penggabungan, meskipun telah melepaskan dirinya; hal yang sama berlaku bagi para ahli warisnya. (KUHPerd. 136, 1031, 1064.)

138. Dalam hal gabungan harta-bersama berakhir karena kematian si istri, para ahli warisnya dapat melepaskan diri dari harta-bersama itu, dalam waktu dan dengan cara seperti yang diatur mengenai si istri sendiri. (Ov. 14; KUHPerd. 132 dst., 135, 242 dst., 1023.)