.

k

SEMANGAT REFORMASI DI TUBUH BPN

⊆ 13.36 by makalah hukum | .

"Baru-baru ini saya mencoba menyertifikatkan tanah milik orang tua saya, saya heran juga ketika menemui pelayanan di BPN tidak banyak memakan biaya, padahal katanya BPN lembaga yang sangat doyan memberikan kutipan di tiap loketnya," tutur Budi Margono pegawai usaha jasa kurir di Jakarta terheran-heran.

"Maunya sih, BPN terus-terusan bisa seperti ini. Pelayanan cepat, tanpa 'setoran tunai' pega-wai-pegawainya masih bisa senyum. Untung juga ada reformasi, anggaran saya yang cukup tinggi buat mengurus sertifikat bisa dipakai buat beli kebutuhan lain," ujar Budi Margono yang katanya menganggarkan jumlah rupiah yang cukup untuk membeli 700 nasi bungkus.

Instansi 'Basah'
Budi Margono pantas heran. Semasa pemerintahan Orde Baru, nyaris tidak mungkin masya-rakat memperoleh layanan (public services) tanpa memberikan 'uang pelicin.' Apalagi di instan-si-instansi seperti Badan Pertanahan Nasional, yang seringkali disebut sebagai instansi 'basah' se-bagai simbol atas banyaknya uang pelicin yang harus diberikan agar urusan menjadi lancar. Namun, semangat reformasi rupanya juga membawa angin perubahan pada lembaga negara ini. Meskipun pengangkatannya diprotes sebagian masyarakat Sumatera Barat, Hasan Basri Durin yang ditunjuk menjadi Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional berjanji akan melakukan sejumlah pembaharuan, yang pada intinya membuat layanan masyarakat yang lebih efisien, murah dan cepat.

Ketika dilantik menjadi menteri menggantikan pejabat lama, Ary Mardjono, Hasan Basri Durin langsung mengemukakan persiapan pemerintah untuk mengeluarkan Keputusan Presiden yang mengatur pemanfaatan lahan tidur oleh rakyat yang menjadi penganggur akibat krisis ekonomi. "Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana masyarakat yang terkena PHK bisa memanfaatkan lahan tersebut untuk menghidupi keluarganya sementara yang punya tidak kehilangan hak atas tanahnya pada waktunya nanti,'' kata Hasan Basri Durin sebagaimana diktup harian Republika (26 Mei 1998) Seperti lazimnya sebuah perubahan, barangkali reformasi di tubuh BPN memang sedang berjalan, namun proses yang tengah dijalani tampaknya belum mulus. "Kami berkomitmen mendukung reformasi, artinya setiap aparat kami sudah kami bekali dengan pengertian untuk melayani dengan baik," tukas Ir Sukesi SW, Msc, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Badan

Pertanahan Nasional
Semangat ini disambut baik oleh Lembaga Bantuan Hukum, yang sering menjadi tempat rakyat berpaling untuk mengadukan kasus-kasus yang berkaitan dengan tanah. "Secara pelak-sanaan sih sekarang jauh lebih baik. Kalau dulu kita mau mengurus surat-surat tanah kita tidak tahu berapa lama jangka waktu pembuatan, sekarang kita sudah tahu berapa hari yang kita bu-tuhkan untuk menyelesaikan sebuah sertifikat," papar Mulyadi Oje dari Divisi Pertanahan LBH Jakarta.

Kualitas SDM
Langkah-langkah perbaikan yang diambil BPN ambil boleh diacungi jempol, tapi apa mung-kin secepat itu akan berhasil? "Kami coba segala perbaikan di segala bidang, kami mengharap kan bantuan dan dorongan moril dari masyarakat," demikian Menteri Agraria/Kepala BPN Hasan Basri Durin. "BPN adalah sebuah institusi yang memiliki tugas melayani masyarakat dalm bidang per-tanahan, sudah sewajarnya jika kami harus melayani masyarakat dengan sepenuh hati," kata Sukesi. "Jika ada penyelewengan dalam setiap bentuk pelayanan pertanahan, kami tidak akan menutup mata. Silakan adukan dan akan kami tanggapi segala keluhan masyarakat dengan positif."
Namun, kalangan pengembang, yang menjadi mitra kerja BPN, menyoroti kualitas sumber daya manusia di BPN. "Saya berharap BPN mampu lebih cepat lagi memperbaiki jajaran dan kinerjanya. Selama ini BPN dikatakan sebagai tempat orang berspekulasi, dan berkolusi antara pihak luar dengan orang dalam untuk, misalnya, membuat sertifikat asli tapi palsu (aspla) atau-pun ganda," kata Mohammad Hidayat, mantan Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI). Hal-hal negatif semacam itu bukanlah hal yang masih dapat diterima lagi jika BPN ingin maju dan diper-caya.

"Cobalah pemerintah mau bersikap lebih profesional, misalnya meng-hire tenaga ahli dari swasta, tentu alih teknologinya akan lebih cepat, jika tidak jangan salahkan swasta jika mampu berlari lebih kencang," ujar Moh. Hidayat pemgusaha real estate yang juga mantan ketua REI. Apalagi kini nilai komoditas tanah sudah melonjak berlipat-lipat sehingga menjadi salah satu pilihan dalam investasi (portfolio investment). Dalam konteks ini tanah juga dapat menjadi sumber sengketa apalagi jika asal-usulnya tidak jelas.

Apakah masyarakat sudah merasakan perbaikan di BPN ini? "Pengaruh aktual saya belum tahu, lha program ukur-mengukur tanah tempo hari di komplek rumah saya saja tidak jelas fol-low upnya kok," tukas Fajar penduduk Kompleks Sekretariat Negara, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, yang sempat menerima pengukuran tanah yang katanya gratis. "Memang sih gratis, tapi kok kita tidak diberi tahu apa kelanjutannya, apakah akan diterbitkan sertifikat yang gratis, atau yang lainnya," tukas pria bertubuh bongsor ini.

BPN membuka pintu bagi segala saran dan perbaikan. Kata Sukesi, "Untuk menunjukkan iti-kad baik kami, selain telpon 24 jam, masyarakat juga dapat mem-fax keluhan apapun juga selama 24 jam penuh," ujarnya. "Tunggu saja deh, kami sedang bebenah, yang jelas dalam era ini kami ingin tampil dengan 'wajah' yang berbeda."

Iktikad Baik
Langkah perbaikan di tubuh BPN mulai terlihat nyata, secara perlahan tapi pasti lembaga ini berusaha memberikan terobosan-terobosan dalam pelayanan pada masyarakat. Layanan telepon 24 jam langsung ke Kantor Menteri Agraria, faksimil yang juga 24 jam dan kotak pos 4000 meru-pakan stimulus bagus untuk memulai tatanan baru dalam pelayanan BPN. Menanggapi kualitas yang dimiliki oleh SDM BPN, Sukesi berpendapat, "Kami tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. SDM bisa belajar sambil jalan sementara ma-syarakat tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk mendapatkan hak dilayani," Jadi, apakah reformasi yang dijalankan oleh BPN cukup memadai, tampaknya mengundang jawaban yang beragam. Di satu sisi, belum seluruh lapisan masyarakat merasakan peningkatan pelayanan BPN, tapi, "Itikad baik yang mereka tawarkan dan usahakan setidaknya perlu dihar-gai," ujar Oje. "Di tingkat jajaran pimpinan, tidak ada lagi yang namanya main belakang, tata cara pengurusan surat-surat juga jauh lebih transparan, biaya-biaya sekarang juga lebih trans-paran."

Jumlah lahan tidur yang jika didata lebih rinci lagi akan menghasilkan jumlah yang menak-jubkan, juga telah mulai diberikan penanganan yang cukup memadai oleh pihak BPN, "Kami telah melegitimasi penggunaan lahan tidur sebagai tempat pertanian, lagipula pihak pengem-bang juga menyetujui rencana tersebut," ujar Sukesi lagi.

Proyek pemanfaatan lahan tidur yang tengah dimasyarakatkan ini juga diperkuat dengan Keppres sehingga dalam operasionalnya dapat berjalan dengan maksimal. Proyek percontohan pertama kebijakan baru ini diawali dari Bogor.

Bagaimanapun juga semanagt BPN untuk melakukan reformasi terhadap dirinya sebagai lembaga pelayanan publik memerlukan dukungan dari masyarakat, dalam bentuk pengawasan yang terus menerus agar inisiatif yang baik ini tidak berlalu begitu saja seiring berlalunya per-hatian publik.

Beberapa Langkah Terobosan BPN

1. Keppres tentang Pemanfaatan Lahan Tidur
2. Rencana pembentukan Direktorat Sengketa Tanah
3. Rencana Kepmen tentang Pembatasan Lahan Usaha
4. Program Adjudikasi Nasional untuk menekan biaya sertifikasi tanah bagi kelompok masyara-kat menengah ke bawah
5. Kepmenneg Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 6/1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal. Keputusan ini meningkatkan status kepemilikan ta-nah untuk rumah tinggal dari Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai menjadi Hak Milik dengan luas maksimal 600 m2, sementara pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang berasal dari tanah negara dibatasi dengan luas maksimal 2.000 m2.
6. Permenneg Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 4/1998 tentang Pedoman penetapan uang pemasukan dalam pemberian hak atas tanah negara. Peraturan ini membe-baskan biaya pengurusan sertifikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai un-tuk lahan non-pertanian maksimal 200 m2, sementara bagi pertanian, luas tanah yang di-bebaskan biaya pengurusan sertifikatnya maksimal 2 ha.
7. Mengembangkan Tenik Penentuan Harga Tanah, bekerja sama dengan Puslitbang UGM. Tu-juannya untuk menetapkan harga dasar tanah yang lebih realistis, sesuai dengan perkemban-g-an pasar untuk menghindari sengketa yang berlarut-larut saat jual beli tanah.
8. Menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tanah Terlantar, yaitu tanah yang su-dah dikuasai, tapi belum diperoleh status hak, termasuk tanah yang sudah dibebaskan tapi belum diurus haknya.
9. Menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penjabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT), yang antara lain mengisyaratkan Kepala Desa di daerah terpencil akan diizinkan untuk menerbitkan akta tanah, tanpa perlu melalui notaris atau camat.
10. Melakukan komputerisasi dengan sistem digital dalam pendataan tanah melalui proyek Land Office Computerization [LOC] dengan dukungan dana sebesar Rp 43,2 miliar.
11. Menerapkan pola jemput bola guna mengejar target melakukan sertifikasi 75 juta bidang tanah milik masyarakat melalui ajudikasi [fasilitasi] proyek administrasi pertanahan yang akan diselesaikan selama PJP II. Proyek ini didukung dana dari Australia
12. Melarang penerbitan izin lokasi baru bagi pembangunan perumahan di wilayah Bogor, Tan-gerang, dan Bekasi (Botabek), karena izin lokasi yang telah diterbitkan dianggap mencukupi kebutuhan perumahan hingga tahun 2018. Keputusan itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menneg Agraria/Kepala BPN tanggal 3 Oktober No. 410-2748, berupa penghentian izin baru untuk lokasi perumahan di Botabek (Bogor-Tangerang-Bekasi).

Sumber:
Harian Bisnis Indonesia, Media Indonesia, dan Republika On-Line (berbagai edisi)