.

k

PERANCANGAN PERATURAN DAERAH

⊆ 17.14 by makalah hukum | .

FASILITASI PERANCANGAN PERATURAN DAERAH
DALAM RANGKA PELAKSANAAN KEBIJAKAN DAN STANDARISASI TEKNIS
DI BIDANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DR. WAHIDUDDIN ADAMS.


Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan , keadilan keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakrsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam peraturan daerah, peraturan kepala daerah. Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta peraturan daerah lain. Namun dalam perjalanannya, banyak pemerintahan daerah yang kebablasan dalam menggunakan kewenangan yang diamanatkan oleh semangat otonomi daerah. Rakyat menilai bahwa kwalitas kebijakan publik dan kinerja DPRD dan Pemerintah Daerah sebagai Stakeholder utama dalam penyelenggaraan tata pemerintahan (governance) didaerah dalam pembentukan peraturan daerah selama ini berdasarkan penelitian menunjukkan hasil sebagai berikut :
a. Adanya persepsi yang distorsif terhadap makna otonomi yang ditandai dengan pembentukan peraturan daerah yang mengatur penggalian potensi sumber dana sebesar-besarnya melalui pajak dan retribusi, memperjuangkan kepentingan penduduk asli dalam pemerintahan dan pembangunan dan mempergunakan sumber daya alam untuk kepentingan daerah sendiri.
b. Peraturan Daerah belum berorientasi pada masalah utama yang diharapkan masyarakat seperti peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan dan penanggulangan kemiskinan. Sebagai contoh sederhana menurut Pasal 28 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa pembuatan akta kelahiran yang menjadi tanggung jawab pemerintah harus diberikan paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal pengajuan permohonan dan tidak dikenai biaya. Sampai sekarang masih kurang dari 5 (lima) Peraturan Daerah yang membebaskan biaya pembuatan akta kelahiran.
c. Kemampuan legal drafter dalam melakukan legal drafting masih lemah terutama dalam melakukan interpretasi otentik, memahami latar belakang yuridis dan sosiologis dan kelemahan sistematika.
d. Dalam penetapan kebijakan publik, unsur-unsur masyarakat belum maksimal dilibatkan.
e. Di Departemen Dalam Negeri dari 3500 Peraturan Daerah yang telah diiventarisasi terdapat 200 Perda yang dibatalkan karena tidak sesuai dengan peraturan yang terkait dengan pengembangan investasi daerah.
f. Berdasarkan kaji ulang yang dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan sekitar 1300 Perda, sekitar 600 Perda dinilai perlu direvisi atau dibatalkan karena menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi kegiatan ekonomi.
Berdasarkan pengalaman empirik pemerintahan daerah yang lalu dengan telah dibentuknya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan akan lebih mengaktualisasikan peran dan fungsi legislasi peraturan daerah lebih baik sesuai dengan prinsip-prinsip peraturan perundang-undangan.
Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 24 Mei 2004 untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang ini dibentuk dalam rangka :
1. untuk mendukung salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yakni adanya cara dan metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan.
2. untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
3. mengganti ketentuan yang berkaitan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk tehnik penyusunannya yang ada selama ini, yang diatur secara tumpang tindih baik peraturan yang berasal dari masa kolonial maupun yang dibuat setelah Indonesia merdeka agar sesuai dengan perkembangan hukum ketatanegaraan Republik Indonesia, pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Ketentuan-ketentuan yang ada tersebut termuat pada :
1. Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie, yang disingkat AB (Stb. 1847 : 23) yang mengatur ketentuan-ketentuan umum peraturan perundang-undangan. Sepanjang mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan AB tersebut tidak lagi berlaku secara utuh karena telah diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang dari Negara Bagian Republik Indonesia Yogyakarta.
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang-Undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai berlakunya Undang-Undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang-Undang Federal.
Selain dalam Undang-Undang tersebut, terdapat pula ketentuan :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah ;
b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran Negara dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara;
c. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia;
d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang;
e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden;
Di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah, berlaku peraturan tata tertib yang mengatur antara lain mengenai tata cara pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah serta pengajuan dan pembahasan – rancangan undang-undang dan peraturan daerah usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atau dewan perwakilan rakyat daerah.
Dengan adanya Undang-Undang ini telah ada landasan yuridis dalam membentuk peraturan perundang-undangan baik dari tingkat pusat maupun daerah, sekaligus telah ada aturan secara lengkap dan terpadu baik mengenai sistem, asas. jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan, persiapan, pembahasan dan pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan maupun partisipasi masyarakat.
Telah sahnya Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tanggal 24 Juni 2004 berarti telah ada metoda yang pasti, baku dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang baik di pusat maupun di daerah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini akan mendukung pembentukan peraturan perundang-undangan yang ideal.
Metoda yang pasti, baku dan standar ini bukanlah sesuatu yang statis, karena pekerjaan perancangan peraturan perundang-undangan bukanlah "tukang" tapi "seni", maka diperlukan kreatifitas, kualitas, pengalaman dan ketekunan.
Pengertian Peraturan Daerah menurut Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah Peratruran Perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Mengenai hierarki peraturan daerah dalam Peraturan Perundang-undangan dapat dilihat dalam Pasal 7 ayat (1).
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
c. Peraturan Pemerintah.
d. Peraturan Presiden.
e. Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah meliputi :
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur.
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Mengenai nama Peraturan Daerah Provinsi sehubungan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUP3) disebutkan bahwa termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua.
Terkait dengan tugas (unsur pendukung) pembentuk peraturan (di) daerah akan dibentuk berbagai peraturan untuk melaksanakan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan antara lain :
1. Mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan daerah yang berasal dari Gubernur atau Bupati / Walikota yang akan diatur dengan Peraturan Presiden;
2. Mengenai rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang khusus menangani bidang legislasi yang akan diatur dalam peraturan tata tertib dewan perwakilan rakyat daerah;
3. Mengenai tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah yang dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan dalam rapat Komisi/Panitia/ alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna yang akan diatur dengan peraturan tata tertib dewan perwakilan rakyat daerah.Termasuk yang perlu diatur oleh peraturan tata tertib dewan perwakilan rakyat daerah adalah ketentuan mengenai tata cara penarikan kembali rancangan peraturan daerah. Catatan 1

Selama ini Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah dimuat dalam :
1. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden.
2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Nomor 21 Tahun 2001 tentang Tehnik Penyusunan dan Materi Muatan Produk. Produk Hukum Daerah.
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 2001 tentang Bentuk Produk-Produk Hukum Daerah.
4. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Daerah.
5. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 24 Tahun 2001 tentang Lembaran Daerah dan Bentuk Daerah.
Sebagai suatu manajemen proses pembentukan peraturan daerah dilakukan dengan :
1. Perencanaan.
Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah. Ketentuan Pasal 15 ayat (2) UUP3 mengenai Program Legislasi Daerah merupakan landasan yuridis bagi dibentuknya mekanisme koordinasi baik antara instansi di lingkungan Pemerintah Daerah dalam penyusunan Peraturan Daerah maupun antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Khusus untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pentingnya kedudukan alat perlengkapan Dewan seperti Badan Legislasi DPRD sangat penting, karena badan inilah yang diharapkan dapat menampung aspirasi baik yang berasal dari komisi-komisi, fraksi-fraksi, maupun dari masyarakat berkaitan dengan masalah peraturan daerah.
2. Persiapan pembentukan Perda.
Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/DPRDKota) atau berasal dari gubernur atau bupati/walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten atau kota. Rancangan peraturan daerah yang berasal dari inisiatif DPRD dapat disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi atau alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus menangani bidang legislasi. Selanjutnya Raperda inisiatif DPRD ini disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada gubernur atau bupati/walikota. Agar rancangan peraturan daerah diketahui oleh halayak ramai dan masyarakat dapat memberikan masukan sehubungan dengan ketentuan Pasal 139 ayat (1) Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah bahwa masyarakat berhak memberikan masukan lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan atau pembahasan Raperda, maka rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD harus disebarluaskan yang pelaksanaannya dilakukan oleh sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah. Salah satu wujud nyata berupa peran DPRD dalam melaksanakan fungsi legislasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 140 ayat (2) Rancangan Undang-Undang tentang Peraturan Daerah bahwa apabila dalam satu masa sidang, gubernur atau bupati/walikota dan DPRD menyampaikan Raperda mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah Raperda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan Raperda yang disampaikan oleh gubernur atau bupati/walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
3. Pembahasan Raperda di DPRD.
Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/walikota. Dalam pembahasan ini gubernur atau bupati/walikota dapat diwakilkan, kecuali dalam pengajuan dan pengambilan keputusan. Pembahasan bersama tersebut dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan yang dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. Pada tahap pembahasan ini apabila DPRD atau gubernur atau bupati/walikota akan menarik kembali Raperda yang diajukan, maka harus berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan gubernur atau bupati/walikota.
4. Penetapan.
Berbeda dengan RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang, Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan gubernur atau bupati/walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada gubernur atau bupati/walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Penyampaian Raperda tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Agar segera ada kepastian hukum, penetapan Raperda oleh gubernur atau bupati/walikota ditentukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Raperda disetujui bersama oleh DPRD dan gubernur atau bupati/walikota. Berdasarkan ketentuan Pasal 43 ayat (2) UUP3 dan Pasal 144 ayat (3) Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, apabila Raperda tidak ditandatangani oleh gubernur atau bupati/walikota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Raperda disetujui bersama maka Raperda tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam Lembaran Daerah.
5. Pengundangan dan Penyebarluasan.
Peraturan Daerah yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah agar memiliki kekuatan hukum dan mengikat masyarakat harus diundangkan dalam Lembaran Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Dengan diundangkannya Peraturan Daerah dalam lembaran resmi (Lembaran Daerah) maka setiap orang dianggap telah mengetahui. Fiksi hukum yang mengatakan bahwa dengan telah diundangkannya peraturan daerah dalam Lembaran Daerah maka setiap orang dianggap telah mengetahui hukum bagi Indonesia yang secara fakta geografis terdiri dari 17.000 pulau lebih dalam satu wilayah yang sangat luas perlu ada upaya penyebarluasan. Pasal 52 UUP3 dan Pasal 147 ayat (3) Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah menyatakan Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah. Penyebarluasan tersebut dimaksudkan agar khalayak ramai mengetahui isi serta maksud yang terkandung dalam Peraturan Daerah. Penyebarluasan dilakukan melalui media elektronik seperti TVRI, RRI, stasiun daerah, atau media cetak di daerah yang bersangkutan.
Terkait dengan pembentukan peraturan daerah yang baik termasuk tehnik penyusunannya berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.04-PR.07.10 Tahun 2004 tanggal 8 Juni 2004 di lingkungan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Repubulik Indonesia telah dibentuk Direktorat Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah.
Tugas dari Direktorat Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah adalah melaksanakan sebagian tugas Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang peraturan perundang-undangan di bidang fasilitasi perancangan peraturan daerah..
Direktorat ini menyelenggarakan fungsi :
a. perumusan perencanaan dan kebijakan fasilitasi perancangan peraturan daerah;
b. penyiapan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan DPRD Provinsi Kabupaten/Kota yang ada Lembaga Legislatifnya;
c. pengumpulan, penyajian, dan pengelolaan data;
d. pemantauan, analisa, dan evaluasi perkembangan pelaksanaan kegiatan fasilitasi perancangan peraturan daerah;
e. pelaksanaan pembinaan teknis Perancangan Peraturan Daerah.

Sebagaimana diamanatkan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembinaan tenaga perancang, maka termasuk tugas direktorat ini adalah memberikan pembinaan teknis kepada Tenaga Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam penyusunan dan perncangan Peraturan Daerah baik di Pemerintah Daerah maupun DPRD Provinsi Kabupaten/Kota.
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan akan menyiapkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, Asosiasi-asosiasi, organisasi, diklat Provinsi, Kabupaten/Kota dalam memberikan Fasilitasi perancangan peraturan daerah dengan tujuan meningkatkan kemampuan penyelenggaraan tugas di bidang legislasi.

Sumber Bacaan
1. Pasal 60, Pasal 61, Pasal 76, Pasal 77 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD;
2. Pasal 62 ayat (1) huruf a dan Pasal 64 huruf a, Pasal 78 ayat (1) huruf a dan Pasal 80 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang;
3. Badan Diklat dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri Tahun 2004;
4. Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
5. Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah;
6. William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Gajah Mada University Press tahun 2003..