.

k

Bab XII - Keayahan dan asal keturunan anak-anak

⊆ 16.00 by makalah hukum | .

perceraian perkawina, kitab undang-undang hukum acara perdata, hukum acara perdata, acara perdata, hukum perdata

Bagian 1

Anak-anak sah.

250. Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami sebagai ayahnya. (KUHPerd. 34, 95, 100-102, 106 dst., 1916)

251. Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh si suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut: 1?. bila sebelum perkawinan, suami itu telah mengetahui kehamilan itu; 2?. bila pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya, atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya; 3?. bila anak itu dilahirkan tidak hidup. (KUHPerd. 2; BS. 39.)

252. Si suami boleh mengingkari keabsahan si anak, bila dia dapat membuktikan, bahwa sejak hari ketiga ratus sampai keseratus delapan puluh sebelum lahirnya anak itu, dia telah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan jasmaniah dengan istrinya, baik karena keadaan terpisah, maupun karena sesuatu yang kebetulan saja. Dengan menunjuk kepada kelemahan alamiah jasmaninya, si suami tidak dapat mengingkari anak itu sebagai anaknya. (KUHPerd. 258, 1865.)

253. Si suami tidak dapat mengingkari keabsahan si anak atas dasar perzinahan, kecuali bila kelahiran si anak telah dirahasiakan terhadapnya; dalam hal itu, dia harus diperkenankan untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempurna, bahwa dia bukan ayah anak itu. (KUHPerd. 1965.)

254. Dia dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusan pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak istrinya untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadi bukti bahwa suaminya adalah ayah anak itu. Bila pengingkaran itu telah dinyatakan sah, perdamaian antara suami-istri itu tidak menyebabkan anak itu memperoleh kedudukan sebagai anak sah. (KUHPerd. 221, 242, 248, 1965.)

255. Anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah. (KUHPerd. 106, 199.) (s.d.t. dg. S. 1923-31.) Bila kedua orang tua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusnya perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh kedudukan anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini.

256. Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal 251, 252, 253, dan 254, pengingkaran keabsahan anak harus dilakukan si suami dalam waktu satu bulan, bila dia berada di tempat kelahiran anak itu, atau di sekitar itu: dalam waktu dua bulan setelah dia kembali, bila dia telah tidak berada di situ; dalam waktu dua bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu telah disembunyikan terhadapnya.

Semua akta yang dibuat di luar pengadilan, yang berisi pengingkaran si suami, tidak mempunyai kekuatan hukum, bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh suatu tuntutan di muka hakim. Bila si suami, setelah melakukan pengingkaran dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, meninggal dunia dalam jangka waktu tersebut di atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka jangka waktu baru selama dua bulan untuk mengajukan tuntutan hukum mereka. (KUHPerd. 257 dst., 1058, 1979; lihat S. 1946-67.)

257. Tuntutan hukum yang diajukan oleh si suami itu gugur bila para ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya suami. (KUHPerd. 259, 1979.)

258. Bila si suami meninggal sebelum dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal waktunya untuk itu masih berjalan, maka para ahli warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak itu selain dalam hal tersebut dalam pasal 252. Gugatan untuk membantah keabsahan anak itu harus dimulai dalam waktu dua bulan terhitung sejak anak itu memiliki harta-benda si suami, atau sejak para ahli warisnya terganggu dalam memilikinya oleh si anak. (KUHPerd. 259, 472, 833 dst.)

259. Dalam hal-hal di mana para ahli waris, berkenaan dengan pasal-pasal 256, 257, dan 258, mempunyai wewenang untuk memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk membantah keabsahan seorang anak, mereka akan memperoleh jangka waktu satu tahun, bila salah seorang atau lebih dari mereka bertempat tinggal di luar negeri. Dalam hal ada perang di laut, jangka waktu itu dilipatduakan. Dengan S. 1946-67, berlaku 13 Juli 1946, ditentukan: (1) Hakim yang menangani gugatan yang dilakukan atau mungkin akan dilakukan untuk mengingkari keabsahan seorang anak, berwenang sampai pada waktu yang akan ditentukan oleh pemerintah, untuk memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam pasal 256 sampai dengan 259 Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk mengingkari keabsahan seorang anak dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan pengingkaran semacam itu, atau untuk melanjutkan gugatan demikian dengan jangka waktu tertentu ataupun sampai saat tertentu, bila pengindahan jangka waktu tersebut di atas karena keadaan-keadaan luar biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan. (2) Perpanjangan waktu termaksud dalam ayat (1) boleh diberikan oleh hakim karena jabatan.

260. Semua gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada wali yang secara khusus diperbantukan kepada anak itu, dan ibunya harus dipanggil dengan sah untuk sidang itu. (KUHPerd. 102, 110, 310, 359, 1920.)

261. Asal-keturunan anak-anak sah dibuktikan dengan akta-akta kelahiran yang didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil. (BS. 34.) Bila tidak ada akta demikian, cukuplah bila seorang anak telah mempunyai kedudukan tak terganggu sebagai anak sah. (KUHPerd. 13, 101, 286; BS. 37.)

262. Pemilikan kedudukan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena kelahiran dan karena kekeluargaan antara orang tertentu dan keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasuk di dalamnya. Yang terpenting dari peristiwa-peristiwa ini antara lain adalah: bahwa orang-orang itu selalu memakai nama si ayah yang dikatakannya telah menurunkannya; (KUHPerd. 10; BS. 30.) bahwa ayah itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak telah diurus dalam hat pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya; (KUHPerd. 104, 298 dst.) bahwa masyarakat senantiasa mengakui dia selaku anak si ayah; bahwa sanak-saudaranya mengakui dia sebagai anak si ayah. (KUHPerd. 102.)

263. Tiada seorang pun dapat menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan yang nyata dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahirannya, dan sebaliknya tiada seorang pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki seseorang sesuai dengan akta kelahirannya. (KUHPerd. 102, 322.)

264. Bila tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak terputus-putus, dan bila anak itu didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar catatan sipil atau seakan-akan dilahirkan dari ayah-ibu yang tidak dikenal, maka asal-keturunannya dapat dibuktikan dengan saksi-saksi. Namun pembuktian dengan cara demikian tidak boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti permulaan tertulis; atau bila dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk memperkenankan pembuktian demikian. (KUHPerd. 288, 1922; BS. 27.)

265. Bukti permulaan tertulis adalah surat-surat keluarga, daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga si ayah atau si ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di bawah tangan yang berasal dari pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan, atau bila masih hidup, mereka yang sedianya berkepentingan dalam perselisihan itu. (KUHPerd. 268, 1881, 1902; BS. 27.)

266. Bukti lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang cocok untuk menunjukan, bahwa orang yang menyandarkan diri pada asal-keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya; atau juga, bila soal ibu telah dibuktikan, bahwa dia bukan anak dari suami ibu itu. (KUHPerd. 264 dst., 286 dst.)

267. Hanya hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan suatu kedudukan. (KUHPerd. 268, 1920.)

268. Tuntutan pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan, sebelum keputusan akhir atas sengketa mengenai kedudukan itu diucapkan. Akan tetapi jawatan kejaksaan bebas untuk melancarkan suatu tuntutan pidana seperti itu, bila pihak-pihak yang berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan tertulis, sesuai dengan ketentuan pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan pidana telah dinyatakan adanya bukti permulaan. (KUHPerd. 268, alinea kedua tak berlaku terhadap golongan Tionghoa, lihat Chin. 1-1?g.) Dalam hal terakhir ini, pemeriksaan perkara pidana di sidang umum tidak boleh ditunda karena pemeriksaan perkara perdata. (AB. 30; KUHPerd. 267, 1918; BS. 27 dst.; Sv. 409; KUHP 529.)

269. Gugatan untuk menarik kembali kedudukan terhadap si anak, tidak terkena kedaluwarsa. (KUHPerd. 1967, 1986.)

270. Para ahli waris anak yang tidak memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat melancarkan gugatan seperti itu, kecuali bila anak itu meninggal waktu masih di bawah umur atau dalam tiga tahun setelah menjadi dewasa. (KUHPerd. 258, 883, 1058.)

271. Namun para ahli waris itu dapat melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hati itu telah dimulai oleh anak itu, kecuali bila anak itu tidak melanjutkan tuntutan itu selama tiga tahun sejak tindakan acara yang terakhir dilakukan. (KUHPerd. 257, 833; Rv. 273 dst.)

271a. (s.d.t. dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.) Orang yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu kedudukan *79 perdata atau untuk mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, harus menyuruh mendaftarkan putusan itu dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar. Hal ini harus diterangkan pada margin akta kelahiran itu.

Bagian 2

Pengesahan anak-anak luar kawin

272. Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri. (KUHPerd. 40, 275, 277, 280 dst., 862, 867; BS. 53, 61-9?.)

273. Anak yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari pemerintah tidak boleh kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu dalam akta kelahiran. (KUHPerd. 29, 31, 280, 283.)

274. Bila orang tua itu, sebelum atau pada waktu melakukan perkawinan, telah lalai untuk mengakui anak di luar kawin mereka, kelalaian ini dapat diperbaiki dengan surat pengesahan dari pemerintah, yang diberikan setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung. (Ov. 16; KUHPerd. 276; BS. 61-9?.)

275. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lampau, dapat juga disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut undang-undang: 1?. bila anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak jadi dilaksanakan; 2?. bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya meninggal dunia, atau bila ada keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan orang tua itu, menurut pertimbangan pemerintah. (KUHPerd. 272, 276, 278.)

276. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal seperti yang dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir, Mahkamah Agung, bila menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus mendengar atau memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan bahkan dapat memerintahkan, bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam Berita Negara. (KUHPerd. 290.)

277. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengesahan anak, baik dengan menyusulnya perkawinan orang tuanya maupun dengan surat pengesahan menurut pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu berlaku ketentuan undang-undang yang sama, seakan-akan mereka dilahirkan dalam perkawinan itu. (KUHPerd. 852.)

278. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai hari diberikannya surat pengesahan dari pemerintah; hal itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak sah sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi keluarga sedarah lainnya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu. (KUHPerd. 852dst.)

279. Dengan cara yang sama dan menurut ketentuan-ketentuan yang sama seperti yang tercantum dalam pasal-pasal yang lalu, anak yang telah meninggal dan meninggalkan keturunan, boleh juga disahkan; pengesahannya itu berakibat menguntungkan keturunan itu. (KUHPerd. 272, 274, 842, 852.)

Bagian 3

Pengakuan anak-anak luar kawin

280. Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan ayah atau ibunya. (KUHPerd. 30 dst., 40, 47, 272 dst., 306, 319, 328, 363, 363, 862, 871, 873, 908, 916.)

281. Pengakuan terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan. (Not. 37a.) Pengakuan demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil, dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari penandatanganan. Pengakuan itu harus dicantumkan pada tepi akta kelahiran, bila akta itu ada. (KUHPerd. 40, 272, 862, 908, 1868; BS. 41, 53, 61-9?.) Bila pengakuan anak itu dilakukan dengan akta otentik lain, tiap-tiap orang yang berkepentingan berhak minta agar hal itu dicantumkan pada tepi akta kelahirannya. Bagaimanapun kelalaian mencatatkan pengakuan pada tepi akta kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui itu.

282. Pengakuan anak di luar kawin oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada harganya, kecuali jika orang yang masih di bawah umur itu telah mencapai umur genap sembilan belas tahun, dan pengakuan itu bukan akibat dari paksaan, kekeliruan, penipuan atau bujukan. (BS. 42.) Namun anak perempuan di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu, sebelum dia mencapai umur sembilan belas tahun. (KUHPerd. 29, 108, 330, 446, 452, 1321, 1446, 1449.)

283. Anak yang dilahirkan karena perzinahan atau penodaan darah (incest), tidak boleh diakui, tanpa mengurangi ketentuan pasal 273 mengenai anak penodaan darah. (KUHPerd. 30 dst., 41, 252 dst., 272, 289, 867 dst.; BS. 42.)

284. (s.d.u. dg. S. 1896-108.)(1) Tiada pengakuan anak di luar kawin dapat diterima selama ibunya hidup, meskipun ibu itu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila si ibu tidak menyetujui pengakuan itu. (KUHPerd. 280 dst., 354.) Bila anak demikian itu diakui setelah ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat lain daripada terhadap ayahnya. (KUHPerd. 288.) Dengan diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia atau golongan yang disamakan dengan itu, berakhirlah hubungan perdata yang berasal dari hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang berhubungan dengan pengakuan oleh si ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk itu karena kemudian kawin dengan si ayah.

285. Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari suami-istri selama perkawinan untuk kepentingan seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain dari istrinya atau suaminya, tidak dapat mendatangkan kerugian, baik kepada suami atau istri itu maupun kepada anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu. Walaupun demikian, pengakuan itu mempunyai akibat-akibat setelah pembubaran perkawinan, bila dari perkawinan itu tidak ada seorang keturunan pun yang lahir. (KUHPerd. 199, 277.)

286. Semua pengakuan yang dilakukan oleh ayah atau ibunya, demikian pula semua tuntutan akan kedudukan yang dilakukan oleh pihak si anak, dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu. (KUHPerd. 261 dst., 282.)

287. Dilarang menyelidiki siapa ayah seorang anak. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Namun dalam hal kejahatan tersebut dalam pasal 285 sampai dengan 288, 294 atau 332 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat dilakukannya kejahatan itu bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang terhadapnya, dilakukan kejahatan itu, maka atas gugatan pihak yang berkepentingan, orang yang bersalah boleh dinyatakan sebagai ayah anak itu. (KUHPerd. 252 dst.)

288. Menyelidiki siapa ibu seorang anak, diperkenankan. Dalam hal itu, si anak wajib membuktikan bahwa dia adalah anak yang dilahirkan ibu itu. Si anak tidak diperkenankan melakukan pembuktian dengan saksi-saksi, kecuali bila telah ada bukti permulaan tertulis. (KUHPerd. 265, 1902, 1914.)

289. Tiada seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa ayah atau ibunya, dalam hal-hal di mana menurut pasal 283 pengakuan tidak boleh dilakukan.